Sekarang aku punya hobi baru kalo lagi free-class di sekolahan. Ngelamun,
nyendiri, atau ngelakuin keduanya sekaligus. Bukannya aku orang yang pendiam
atau penyendiri. Suwer, bukan deh. Aku malah cenderung orang yang suka cerita,
ceriwis, ekspresif gitu, sebenarnya. Tapi akhir-akhir ini aku jauh lebih nyaman
kalau aku sendirian atau ditemenin headset—atau
laptop. Kenapa aku tiba-tiba suka nyendiri gitu?
Entah kenapa akhir-akhir ini meskipun di
tengah keramaian temen-temenku, aku masih suka ngerasa sendiri. Aku masih kayak
ngerasa kalo sebenarnya, mereka hanya nganggap aku terlihat dan berwujud. Ya,
mereka memang temanku, tapi... apakah aku teman mereka?
Pertanyaan itu berkali-kali terus
terngiang di dalam kepalaku, seakan tak ada perkara lain dalam hidup ini. Tapi
memang begitu adanya, sekarang aku takut kalau pertemanan ini hanyalah sepihak.
Bahwa hanya aku yang menjunjung tinggi segalanya tanpa mereka ikut
melakukannya. Aku tau berulang kali mereka mengatakan bahwa aku adalah sahabat
mereka, bahwa aku juga bagian penting dari kehidupan mereka yang sekarang.
Awalnya aku percaya, sangat amat percaya malah, tapi lama kelamaan aku takut
bahwa itu hanya perasaan mereka kalau mereka takut kehilanganku. Takut
kehilangan bukan sebagai sahabat atau teman yang berarti tapi sebagai penopang
nilai mereka. Aku tau rasanya bagaimana menjadi penopang nilai orang lain,
orang-orang yang dulunya kukira akan bertahan disampingku selamanya.
Aku baru saja ingat sesuatu ketika dulu mereka
meninggalkanku; bukankah tiada suatu hal yang bertahan abadi? Bahkan sebuah
persahabatan sekalipun.
Sekali lagi, aku menemukan realita itu
dalam dunia ini. Jadi, Teman, tolong bantu aku keluar dari jurang ketidakpercayaan
ini. Selagi masih ada puing-puing rasa percaya dalam diriku sendiri tentang
kehadiran kalian dalam hidupku. Selagi aku belum benar-benar mematikan rasa
itu.
Saat membaca ini, aku tidak tau apakah
kalian akan langsung membenciku dan menerjang keluar dari hidupku. Tak apa, itu
hidup kalian, pilihan kalian, aku akan baik-baik saja, jadi jangan khawatir,
lakukanlah.
Atau, mungkin kalian akan bertahan di
sampingku lalu meneguhkanku? Apapun yang kalian pilih, kalian tetap sahabatku.
Kalian adalah hal yang membuatku bertahan di sekolah yang membuatku merasa
tersiksa setiap keluar kelas atau hanya sekedar berjalan di koridor.
Aku hidup dari satu tuntutan ke tuntutan
yang lainnya, kalian tau itu bukan? Jadi bintang kelas, jadi orang paling baik,
jadi siswa yang berhubungan baik dengan guru, jadi anak yang mandiri, jadi
kayak si A, jadi kayak si B, blablablabla. Yang intinya aku harus jadi seperti
keinginan orang lain. Aku tidak pernah keberatan jadi semua itu, hanya saja
terkadang melelahkan untuk menjadi sesuatu yang tak pernah ada habisnya.
Maaf, caraku untuk bercerita ke kalian
terlalu pengecut, seperti ini—melalui dunia maya. Aku hanya tidak pernah
sanggup mengeluarkan hal ini melalui mulutku sendiri. Hal yang belum pernah
kuucapkan ke kalian adalah:
“Kalian
sahabatku, selamanya akan begitu. Entah suatu saat nanti apakah aku yang
berhenti menjadi sahabat kalian, tapi kalian tetap sahabatku. Hadiah yang Tuhan
berikan untukku, jadi, aku ingin kalian percaya aku sebesar aku memercayai
kalian. Terkadang aku melihat banyak hal yang kalian sembunyikan jauh-jauh
dariku. Air mata dan luka, kalian tutupi sebisanya. Tak apa jika kalian belum
percaya menceritakan itu padaku. Aku akan dan masih menunggu.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar